Kesehatan Kerja Pegawai Negeri

Kesehatan Kerja Pegawai Negeri

Kesehatan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dinyatakan pula oleh WHO, kesehatan adalah kesejahteraan fisik, mental, dan sosial, dan bukan sekadar tidak adanya penyakit, cacat, dan kelemahan. Pasal 4 UU Kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Berpegang pada ketentuan tersebut setiap pegawai Negeri beserta keluarganya berhak pula atas derajat kesehatan yang optimal. Undang-undang tentang Kepegawaian Negeri menyatakan: “setiap Pegawai Negeri dan keluarganya pada waktu sakit dan melahirkan anak berhak mendapat bantuan dan setiap pegawai negeri, apabila mendapat kecelakaan dan/atau cacat ataupun meninggal dunia mendapat bantuan. Derajat kesehatan yang optimal dapat dicapai dengan terpenuhinya: Pangan yang memenuhi syarat kesehatan, Sandang yang memadai, Perumahan dan transportasi yang memenuhi syarat kesehatan, Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit, Pengobatan dan perawatan penyakit, Penyediaan obat-obatan,Pendidikan dan pelatihan tentang kesehatan. Jelas bahwa derajat kesehatan yang optimal pada pegawai negeri tidak cukup hanya dicapai dengan upaya khusus medis semata, tapi titik berat justeru di bidang yang lain yaitu pangan, perumahan, transportasi yang pada akhirnya tergantung dari gaji dan jaminan kesejahteraan lainnya. Kesehatan pegawai Negeri terutama bertitik tolak pada terselenggaranya kesehatan minimum, melalui upaya pemeliharaan kesehatan serta upaya kesehatan preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang penyelenggaraannya dilakukan melalui sistem asuransi sehingga pegawai negeri tidak usah membayar langsung sendiri. Adapun upaya kesehatan dan higiene kerja yang antara lain beraspek mencegah kelelahan kerja, meningkatkan efisiensi telah mulai dalam taraf perhatian dan dilaksanakan oleh masing-masing instansi menurut keperluan. Upaya menerapkan kesehatan kerja oleh instansi yang bersangkutan berdasarkan alasan tentang besar dan mendesaknya kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pelayanan sektor pemerintah. Untuk itu kegiatan yang bersifat memelopori upaya kesehatan dan higiene kerja telah banyak dimulai. Masih perlu cukup waktu untuk menyaksikan hasil spektakuler dari upaya tersebut.

Penyakit Akibat Kerja

Umumnya Pegawai Negeri melakukan pekerjaan kantor, sehingga persyaratan kesehatan kerja bagi Pegawai Negeri harus disesuaikan dengan persyaratan untuk pekerjaan demikian. Terutama penting untuk pekerjaan kantor adalah ukuran perlengkapan kantor dan peralatan kerja, antara lain meja, kursi, mesin tik, komputer dan lainnya. Meja ketik harus lebih rendah dari meja kerja. Postur kerja dan posisi mata ditempatkan sedemikian rupa sehingga operator merasa nyaman bekerja dengan komputernya. Ukuran perlengkapan kantor dan peralatan kerja harus sesuai dengan ukuran antropometris pegawai negeri yang bersangkutan. Penyakit atau gangguan kesehatan oleh karena ketidakcocokan ukuran tersebut berupa keluhan pegal pundak, biasanya sebelah kanan, nyeri dada, kelelahan, nyeri punggung bawah, sakit pinggang dan lain-lain. Bekerja dengan komputer yang tidak mempertimbangkan aspek ergonomis menyebabkan keluhan mata dan pusing yang sangat menggaggu. Demikian pula lingkungan kerja harus kondusif bagi aktivitas pekerjaan perkantoran, seperti pengaturan suhu udara ruang kerja yang umumnya telah menggunakan AC, penerangan lampu yang memadai bila sinar alami tidak mencukupi, ventilasi udara sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan AC terutama penting di daerah yang udaranya panas. Pada pekerjaan perkantoran faktor kimiawi mungkin timbul sebagai akibat beroperasinya alat-alat kantor elektris. Bakteri atau endotoksinnya dapat menyebabkan demam kepada orang-orang yang menghirup udara dari AC.

Kadang-kadang bekerja sebagai Pegawai Negeri membawa aspek sosial dan psikologis yang khusus, misalnya salah pilih pekerjaan atau ketidakharmonisan dengan kawan sekerja atau perselisihan dengan atasan. Penurunan pangkat atas dasar hukuman jabatan menyebabkan depresi. Untuk mengurangi gangguan seperti itu harus dipatuhi prinsip kepegawaian bahwa jabatan dan kepangkatan wajib mengikuti sistem prestasi dan pelaksanaan yang bersangkutan dengannya berjalan secara obyektif didasarka atas kecakapan, masa kerja, disiplin kerja dan factor penilaian lainnya.

Selain itu seorang Pegawai Negeri mungkin menghadapi risiko menderita penyakit atau kecelakaan yang khusus menurut jenis pekerjaan dan lingkungan kerjanya, seperti pekerjaan laboratorium menghadapi risiko keracunan atau terkena penyakit yang bibitnya berada pada bahan yang diperiksa, bekerja pada suatu reactor atom disertai risiko gangguan kesehatan oleh bahan radioaktif, pekerjaan kurir berisiko mengalami kecelakaan kerja. Untuk pekerjaan demikian sangat perlu diselenggarakannya jaminan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, juga sangat penting upaya pencegahan yang dilakukan oleh tiap pegawai negeri terhadap bahaya yang mungkin timbul dari pekerjaannya.

(Sumber : DR. Suma’mur P.K., M.Sc. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Sagung Seto. Jakarta)